Rabu, 13 Mei 2009

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN HEMOROID

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN HEMOROID


A. KONSEP DASAR MEDIK

1. Pengertian

1.1 Hemoroid adalah dilatasi dari vena homorrhoidal (Lewis, 2000, hal. 1186).

1.2 Hemoroid adalah bagian vena yang berdilatasi dalam kanal anal (Brunner and Suddarth, 2002, hal. 1138).

1.3 Hemoroid adalah varices vena perianal. (Luckmann and Sorensen’s, hal. 1666).

1.4 Haemorrhordectomy adalah eksisi bedah untuk mengangkat hemoroid.

2. Klasifikasi

2.1 Hemoroid interna yaitu varices vena hemoroidalis superior dan media terjadi pada bagian dalam spingterani.

Hemoroid interna dibagi menjadi 4 tingkatan, yaitu :

2.1.1. Tingkat I

Varices dari satu atau lebih vena hemoroidalis dengan gejala perdarahan (gambar).

2.1.2. Tingkat II

Varices dari satu atau lebih vena hemoroidalis yang pada saat defekasi keluar dari dubur tetapi bisa masuk kembali dengan sendiri.

2.1.3. Tingkat III

Seperti tingkat II, tetapi sesudah defekasi varices tidak bisa kembali spontan, harus didorong.

2.1.4. Tingkat IV

Telah terjadi inkaserasi.

2.2 Hemoroid eksterna: yaitu varices vena hemoroidalis inferior pada bagian luar sfingter ani.

3. Anatomi Fisiologi

Bagian utama usus besar yang terakhir dinamakan rektum dan terbentang dari kolon sigmoid sampai anus, kolon sigmoid mulai setinggi krista iliaka dan berbentuk lekukan huruf S. Lekukan bagian bawah membelok ke kiri waktu kolon sigmoid bersatu dengan rektum. Satu inci dari rectum dinamakan kanalis ani dan dilindungi oleh sfingter eksternus dan internus. Panjang rektum dan kanalis ani sekitar 15 cm. Usus besar secara klinis dibagi menjadi belahan kanan dan belahan kiri sesuai dengan suplai darah yang diterimanya. Arteri mesentrika superior memperdarahi belahan bagian kanan yaitu sekum, kolon asendens dan dua pertiga proksimal kolon tranversum, dan arteria mesentrika inferior memperdarahi belahan kiri yaitu sepertiga distal kolon transversum, kolon desendens dan sigmoid, dan bagian proksimal rektum. Suplai darah tambahan untuk rektum adalah melalui arteria sakralis media dan arteria hemoroidalis inferior dan media yang dicabangkan dari arteria iliaka interna dan aorta abdominalis.

Alir balik vena dari kolon dan rektum superior melalui vena mesentrika superior dan inferior dan vena hemoroidalis superior, yaitu bagian dari sistem portal yang mengalirkan darah ke hati. Vena hemoroidalis media dan inferior mengalirkan darah ke vena iliaka dan merupakan bagian dari sirkulasi sistematik. Terdapat anastomosis antara vena hemoroidalis superior, media dan inferior, sehingga peningkatan tekanan portal dapat mengakibatkan aliran darah balik ke dalam vena-vena ini.

Terdapat dua jenis peristaltik propulsif : (1) kontraksi lamban dan tidak teratur, berasal dari segmen proksimal dan bergerak ke depan, menyumbat beberapa haustra; (2) peristaltik massa, merupakan kontraksi yang melibatkan segmen kolon. Gerakan peristaltik ini menggerakkan massa feses ke depan, akhirnya merangsang defekasi. Kejadian ini timbul dua sampai tiga kali sehari dan dirangsang oleh refleks gastrokolik setelah makan, khususnya setelah makanan pertama masuk pada hari itu.

Propulasi feses ke rektum mengakibatkan distensi dinding rektum dan merangsang refleks defekasi. Defekasi dikendalikan oleh sfingter ani eksterna dan interna. Sfingter interna dikendalikan oleh sistem saraf otonom, dan sfingter eksterna berada di bawah kontrol voluntar. Refleks defekasi terintegrasi pada segmen sakralis kedua dan keempat dari medula spinalis. Serabut-serabut parasimpatis mencapai rektum melalui saraf splangnikus panggul dan bertanggung jawab atas kontraksi rektum dan relaksasi sfingter interna. Pada waktu rektum yang mengalami distensi berkontraksi, otot levator ani berelaksasi, sehingga menyebabkan sudut dan anulus anorektal menghilang. Otot-otot sfingter interna dan eksterna berelaksasi pada waktu anus tertarik atas melebihi tinggi massa feses. Defekasi dipercepat dengan adanya peningkatan tekanan intra-abdomen yang terjadi akibat kontraksi voluntar. Otot-otot dada dengan glotis ditutup, dan kontraksi secara terus menerus dari otot-otot abdomen (manuver atau peregangan valsava). Defekasi dapat dihambat oleh kontraksi voluntar otot-otot sfingter eksterna dan levator ani. Dinding rektum secara bertahap akan relaks, dan keinginan untuk berdefekasi menghilang.

4. Etiologi

Hemoroid disebabkan oleh banyak faktor yang saling mendukung antara lain :

4.1 Peningkatan tekanan intra abdominal (kegemukan, kehamilan)

4.2 Konstipasi kronik (mengejan)

4.3 Kurang aktivitas, terlalu banyak duduk atau berdiri

4.4 Pola makan yang rendah serat

4.5 Hipertensi portal

4.6 Kelainan anatomik (tidak ada katup pada vena-vena hemoroidalis).

4.7 Hipertrofi prostat

4.8 Fibroma uter

4.9 Tumor rectum

5. Patofisiologi

Dalam keadaan normal sirkulasi darah yang melalui vena hemoroidalis mengalir dengan lancar sedangkan pada keadaan hemoroid terjadi gangguan aliran darah balik yang melalui vena hemoroidalis. Gangguan aliran darah ini antara lain dapat disebabkan oleh peningkatan tekanan intra abdominal. Vena porta dan vena sistematik, bila aliran darah vena balik terus terganggu makan dapat menimbulkan pembesaran vena (varices) yang dimulai pada bagian struktur normal di regio anal, dengan pembesaran yang melebihi katup vena dimana sfingter anal membantu pembatasan pembesaran tersebut. Hal ini yang menyebabkan pasien merasa nyeri dan faeces berdarah pada hemoroid interna karena varices terjepit oleh sfingter anal. Peningkatan tekanan intra abdominal menyebabkan peningkatan vena portal dan vena sistemik dimana tekanan ini disalurkan ke vena anorektal. Arteriola regio anorektal menyalurkan darah dan peningkatan tekanan langsung ke pembesaran (varices) vena anorektal. Dengan berulangnya peningkatan tekanan dari peningkatan tekanan intra abdominal dan aliran darah dari arteriola, pembesaran vena (varices) akhirnya terpisah dari otot halus yang mengelilinginya ini menghasilkan prolap pembuluh darah hemoroidalis. Hemoroid interna terjadi pada bagian dalam sfingter anal, dapat berupa terjepitnya pembuluh darah dan nyeri, ini biasanya sering menyebabkan pendarahan dalam faeces, jumlah darah yang hilang sedikit tetapi bila dalam waktu yang lama bisa menyebabkan anemia defisiensi besi. Hemoroid eksterna terjadi di bagian luar sfingter anal tampak merah kebiruan, jarang menyebabkan perdarahan dan nyeri kecuali bila vena ruptur. Jika ada darah beku (trombus) dalam hemoroid eksternal bisa menimbulkan peradangan dan nyeri hebat.

6. Tanda dan Gejala

6.1 Perdarahan pada faeces berwarna merah terang.

6.2 Nyeri

6.3 Keluar selaput lendir

6.4 Prolaps

6.5 Gatal

6.6 Duduk berjam-jam di WC.

7. Test Diagnostik

7.1 Hemoglobin, mengalami penurunan < 12 mg%.

7.2 Anoscopy, pemeriksaan dalam rektal dengan menggunakan alat, untuk mendeteksi ada atau tidaknya hemoroid.

7.3 Digital rectal examination, pemeriksaan dalam rektal secara digital.

7.4 Sigmoidoscopy dan barium enema, pemeriksaan untuk hemoroid yang disertai karsinoma.

8. Terapi

Terapi yang diberikan disesuaikan dengan klasifikasi hemoroid yaitu :

Tingkat I.

a. Dicoba dengan menghilangkan faktor-faktor penyebab, misalnya : konstipasi, dan menghindari mengejan berlebihan saat buang air besar, beri nasehat : diet tinggi serat, banyak makan sayur, buah dan minum air putih paling sedikit 2.000 cc/hari dan olahraga ringan secara teratur, serta kurangi makan makanan yang merangsang dan daging.

b. Menjaga higiene daerah anorektal dengan baik.

c. Jika ada infeksi beri antibiotika peroral.

d. Bila terdapat nyeri yang terus-menerus dapat diberikan suppositoria.

e. Untuk melancarkan defekasi, dapat diberikan cairan parafin atau larutan magnesium sulfat 10%.

f. Bila dengan pengobatan di atas tidak ada perbaikan, diberikan terapi skleroting (sodium moruat) 5% atau fenol. Penyuntikan dilakukan antara mukosa dan varices, dengan harapan timbul fibrosis dan hemoroid mengecil. Kontraindikasi pengobatan ini adalah hemoroid eksterna, radang dan adanya fibrosis hebat di sekitar hemoroid interna.

Tingkat II.

a. Terapi sklerosing, bila tidak berhasil operasi.

Tingkat III.

a. Rendaman duduk

b. Operasi, bila ada peradangan diobati dahulu.

Tehnik operasi pada hemoroid antara lain :

a. Operasi whitehead, yaitu: seluruh dikupas hemoroidalis interna membebaskan mukosa dari sub mukosa dan mengadakan reseksi serta mengusahakan kontinuitas mukosa kembali.

b. Operasi langenbeck, yaitu varices hemoroidalis interna dijepit radier dengan klem, mengadakan penjahitan jelujur di bawah klm dengan chromic cat gut no 2/0, eksisi jaringan di atas klem, sesudah itu klem dilepas dan jepitan jelujur di bawah klem diikat.

c. Ligasi pita karet, yaitu mengecilkan hemoroid dengan diikat pita, bagian distal jaringan pada pita karet yang telah rusak akan lepas dalam waktu 1 minggu.

d. Hemoroidektomie kriosiruigi, yaitu metode untuk mengangkat hemoroid dengan cara membekukan jaringan hemoroid selama waktu tertentu sampai timbul nekrosis.

e. Operasi hemoroidektomi, yaitu eksisi bedah untuk mengangkat semua jaringan yang terlibat.

f. Laser Nd: YAG, yaitu: teknik eksisi hemorrhoid cepat, jarang menimbulkan komplikasi.

Terapi setelah operasi :

a. Suppositoria yang mengandung anastesi, antibiotika, analgetik dan astrigent.

b. Tiga hari post operasi diberikan diet rendah sisa untuk menahan buang air besar.

c. Jika sebelum tiga hari ingin buang air besar, tampon dibuka dan berikan rendaman PK hangat (37oC) dengan perbandingan 1:4000 selama 15-20 menit. Setelah buang air besar, lalu dipasang lagi tampon baru.

d. Jika setelah tiga hari post operasi pasien belum buang air besar diberi laxantia.

e. Berikan rendaman duduk dengan larutan PK hangat (37oC), perbandingan 1:4000 selama 15-20 menit sampai dengan 1-2 minggu post operasi.

Tingkat IV.

a. Istirahat baring

b. Operasi, bila ada peradangan diobati dahulu.

9. Komplikasi

9.1. Anemia

9.2. Fistula ani

9.3. Inkaserasi

9.4. Stenosis anal

9.5. Retensi urine

9.6. Infeksi.

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

PRE-OPERASI

1. Pengkajian

1.1. Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan.

1.1.1 Kurang olahraga

1.1.2 Diet rendah serat

1.1.3 Minum kurang dari 2.000 cc/hari

1.1.4 Riwayat penyakit sirorcis hepatis

1.2. Pola nutrisi metabolik

1.2.1 Obesitas, anemia

1.2.2 Diet rendah serat (kurang makan sayur dan buah)

1.2.3 Minum air putih kurang dari 2.000 cc/hari

1.3. Pola eliminasi

1.4.1 Ditemukan sering konstipasi

1.4.2 Nyeri waktu defekasi, duduk, jalan

1.4.3 Keluar darah segar dari anus, jumlah, warna

1.4.4 Mengejan hebat waktu defekasi, konsistensi feses, ada darah/nanah.

1.4.5 Prolap varices pada anus.

1.4.6 Gatal.

1.4. Pola aktivitas dan latihan

1.4.1 Kurang aktivitas

1.4.2 Kurang olahraga

1.4.3 Pekerjaan banyak duduk/berdiri

1.4.4 Mengangkat barang-barang berat

1.5. Pola persepsi kognitif

1.5.1 Nyeri

1.5.2 Gatal

1.6. Pola tidur dan istirahat

1.6.1 Gangguan pola tidur karena nyeri

1.7. Pola reproduksi seksual

1.7.1 Riwayat persalinan dan kehamilan

1.8. Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap serat

1.8.1 Koping yang digunakan dan alternatif pemecahan masalah.

2. Diagnosa Keperawatan

2.1. Nyeri b.d adanya pembengkakan, trombus pembuluh darah pada anus.

2.2. Konstipasi b.d mengabaikan dorongan untuk defekasi akibat nyeri selama defekasi.

2.3. Resti perdarahan b.d penekanan pada vena hemoroidal akibat konstipasi.

2.4. Cemas b.d rencana pembedahan dan rasa malu.

3. Perencanaan

DP1. Nyeri b.d adanya pembengkakan, trombus pembuluh darah pada anus.

HYD: Nyeri berkurang setelah perawatan 1x24 jam dengan kriteria :

- Skala nyeri 0-1

- Wajah pasien tampak rileks.

Rencana tindakan:

1) Kaji skala nyeri

Rasional: Menentukan tingkat nyeri, untuk menentukan tindakan yang tepat.

2) Anjurkan untuk menarik nafas dalam setiap kali timbul nyeri.

Rasional: Mengurangi rasa nyeri.

3) Berikan posisi yang nyaman sesuai dengan keinginan pasien.

Rasional: Memberikan rasa nyaman.

4) Observasi tanda-tanda vital.

Rasional: Identifikasi dini komplikasi nyeri.

5) Berikan bantal/alas pantat

Rasional: Untuk mengurangi rasa nyeri.

6) Anjurkan untuk tidak mengejan yang berlebihan saat defekasi.

Rasional: Mengurangi rasa nyeri dan prolap varices.

7) Berikan rendaman duduk sesuai anjuran duduk.

Rasional: Mengurangi rasa nyeri.

8) Kolaborasi untuk pemberian terapi analgetik.

Rasional: Mengurangi rasa nyeri.

DP2. Konstipasi b.d mengabaikan dorongan untuk defekasi akibat nyeri selama defekasi.

HYD: Dapat defekasi secara lancar setelah perawatan 2x24 jam dengan kriteria :

- Buang air besar 1 kali perhari.

- Konsistensi faeces lembek, tidak ada darah dan pus

- Buang air besar tidak nyeri dan tidak perlu mengejan lama.

Rencana tindakan:

1) Kaji pola eliminasi dan konsistensi faeces.

Rasional: Mengetahui pola kebiasaan buang air besar klien.

2) Berikan minum air putih 2-3 liter perhari (bila tidak ada kontraindikasi)

Rasional: Hidrasi yang adekuat membuat konsistensi faeces lembek.

3) Berikan banyak makan sayur dan buah.

Rasional: Meningkatkan massa faeces sehingga lebih mudah dikeluarkan.

4) Anjurkan untuk segera berespon bila ada rangsangan buang air besar.

Rasional: Untuk mencegah rangsangan hilang dan akan terjadi konstipasi.

5) Anjurkan untuk menyediakan waktu yang sama setiap hari untuk buang air besar (setiap pagi/sore).

Rasional: Membiasakan pola buang air besar yang normal.

6) Anjurkan untuk melakukan latihan relaksasi sebelum defekasi.

Rasional: Merilekskan otot-otot sfingter anal.

7) Anjurkan untuk olahraga ringan secara teratur.

Rasional: Meningkatkan peristaltik usus untuk merangsang buang air besar.

8) Kolaborasi untuk pemberian terapi laxantia dan analgetik.

Rasional: Pelunak feses dan mengurangi nyeri saat buang air besar.

DP3. Resti perdarahan b.d penekanan pada vena hemoroidal akibat konstipasi.

HYD: Tidak terjadi perdarahan yang ditandai dengan:

- Tanda-tanda vital dalam batas normal.

- Tidak timbul perdarahan pada faeses dalam waktu 1-2 hari.

Rencana tindakan:

1) Kaji tanda-tanda vital (S, N, P, TD, HR) setiap 4 jam.

Rasional: Indikator dini terhadap resiko perdarahan hebat.

2) Monitor tanda-tanda hipovolemia.

Rasional: Deteksi dini untuk tindakan segera.

3) Periksa daerah rectal setiap 2 jam/setelah bab.

Rasional: Deteksi dini perdarahan untuk pertolongan segera.

4) Beri air minum 2-3 liter/hari.

Rasional: Hidrasi yang adekuat membuat konsistensi faeses lembek.

5) Berikan banyak makan sayur dan buah.

Rasional: Meningkatkan masa feses sehingga lebih mudah dikeluarkan.

6) Anjurkan untuk segera berespon bila ada rangsangan bab.

Rasional: Untuk mencegah rangsangan hilang dan akan terjadi konstipasi.

7) Kolaborasi untuk pemberian laxantia dan analgetik.

Rasional: Pelunak feses dan mengurangi nyeri saat buang air besar.

DP4. Cemas b.d rencana pembedahan

HYD: Kecemasan berkurang setelah perawatan 1x24 jam, dengan kriteria :

- Pasien mengatakan kecemasan berkurang.

- Pasien berpartisipasi aktif dalam perawatan.

Rencana tindakan:

8) Kaji tingkat kecemasan.

Rasional: Menentukan tingkat kecemasan untuk menentukan tindakan yang tepat.

9) Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang pembedahan.

Rasional: Menentukan informasi yang akan diberikan.

10) Berikan kesempatan pasien untuk mengungkapkan perasaannya.

Rasional: Mengurangi kecemasan.

11) Dampingi dan dengarkan pasien.

Rasional: Meningkatkan rasa percaya dan rasa aman sehingga mengurangi cemas.

12) Libatkan keluarga atau pasien lain yang menderita penyakit yang sama untuk memberikan dukungan.

Rasional: Sebagai support sistem dan mengurangi rasa malu.

13) Anjurkan pasien untuk mengungkapkan kecemasannya.

Rasional: Untuk mengurangi cemas.

14) Kolaborasi dengan dokter untuk penjelasan prosedur operasi.

Rasional: Pengetahuan yang cukup tentang prosedur operasi akan mengurangi cemas.

15) Kolaborasi untuk terapi anti ansietas (bila perlu).

Rasional: Mengurangi ansietas.

POST-OPERASI

1. Pengkajian

1.1. Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan.

1.1.1 Keadaan lingkungan yang tenang (nyaman)

1.1.2 Pengetahuan tentang perawatan pre operasi.

1.1.3 Apa harapan klien setelah operasi.

1.2. Pola nutrisi metabolik

1.2.1 Kepatuhan diet.

1.3. Pola eliminasi

1.3.1 Perdarahan

1.3.2 Pola buang air besar dan buang air kecil.

1.3.3 Mengejan

1.3.4 Kebersihan setelah buang air besar dan buang air kecil.

1.4. Pola aktivitas dan latihan

1.4.1 Aktivitas yang menimbulkan nyeri

1.4.2 Kelemahan

1.5. Pola tidur dan istirahat

1.5.1 Gangguan tidur akibat nyeri

1.6. Pola persepsi kognitif

1.6.1 Tindakan yang dilakukan bila timbul nyeri.

1.7. Pola persepsi dan konsep diri

1.7.1 Kecemasan

2. Diagnosa Keperawatan

2.1. Nyeri b.d adanya luka operasi

2.2. Resiko tinggi perdarahan b.d hemoroidectomi

2.3. Perubahan pola eliminasi urine b.d nyeri dan efek anestesi pasca bedah.

2.4. Resiko tinggi infeksi b.d adanya luka operasi di daerah anorektal.

2.5. Resiko berulangnya hemoroid b.d kurang pengetahuan.

3. Perencanaan

DP1. Nyeri b.d adanya luka operasi.

HYD: Nyeri berkurang setelah perawatan 2x24 jam dengan kriteria :

- Skala nyeri 0-1

- Wajah pasien tampak rileks.

Rencana tindakan:

1) Kaji skala nyeri

Rasional: Menentukan tingkat nyeri, untuk menentukan tindakan yang tepat.

2) Anjurkan teknik nafas dalam dan pengalihan perhatian.

Rasional: Untuk mengurangi rasa nyeri.

3) Berikan posisi supine.

Rasional: Mengurangi regangan pada daerah anorectal.

4) Observasi tanda-tanda vital.

Rasional: Identifikasi dini komplikasi nyeri.

5) Berikan bantalan flotasi di bawah bokong saat duduk.

Rasional: Menghindari penekanan pada daerah operasi.

6) Kolaborasi untuk rendaman duduk setelah tompon diangkat.

Rasional: Kehangatan meningkatkan sirkulasi dan membantu menghilangkan ketidaknyamanan.

7) Kolaborasi pelunak feses dan laksatif. Beri masukan oral setiap hari sedikitnya 2-3 liter cairan, makanan berserat.

Rasional: Feses yang keras menekan insisi operasi.

8) Kolaborasi untuk pemberian terapi analgetik.

Rasional: Mengurangi nyeri.

DP2. Resiko tinggi perdarahan b.d hemoroidectomi.

HYD: Tidak terjadi perdarahan setelah perawatan 48 jam, dengan kriteria :

- Balutan luka operasi tidak basah.

- Tanda-tanda vital dalam batas normal.

Rencana tindakan:

1) Monitor tanda-tanda vital setiap 4 jam selama 24 jam pertama.

Rasional: Indikator dini perubahan volume darah.

2) Monitor tanda-tanda hipovolemik.

Rasional: Deteksi dini untuk tindakan segera.

3) Periksa daerah rectal atau balutan setiap dua jam selama 24 jam pertama.

Rasional: Deteksi dini perdarahan untuk pertolongan segera.

4) Berikan kompres dingin.

Rasional: Vasokonstriksi pembuluh darah.

5) Kolaborasi untuk pemeriksaan Hb dan Ht.

Rasional: Indikator lain perubahan volume darah.

6) Kolaborasi untuk pemberian terapi astrigen.

Rasional: Untuk menciuatkan pembuluh darah.

DP3. Perubahan pola eliminasi urine b.d nyeri dan efek anestesi.

HYD: Pola eliminasi normal setelah perawatan 1x24 jam, dengan kriteria :

- Buang air kecil lancar

- Buang air kecil spontan.

Rencana tindakan:

1) Observasi jumlah intake cairan.

Rasional: Menilai keadekuatan intake cairan.

2) Berikan intake cairan 2-3 liter per 24 jam bila tidak ada batasan.

Rasional: Memberikan hidrasi yang adekuat.

3) Ukur intake dan output.

Rasional: Mengetahui keseimbangan cairan.

4) Anjurkan untuk buang air kecil setelah rendaman duduk hangat.

Rasional: Air hangat dapat merilekskan kandung kemih.

5) Periksa kandung kemih apakah penuh atau kosong.

Rasional: Bila penuh terjadi retensi.

6) Observasi jumlah urine (buang air kecil) 24 jam pertama.

Rasional: Mengetahui fungsi adekuat sistem perkemihan.

7) Kolaborasi untuk pemasangan selang kencing bila dalam 6 jam post operasi belum buang air kecil dengan intake cairan adekuat.

Rasional: Kemungkinan terjadi retensi urine dan harus dikeluarkan.

DP4. Resiko tinggi b.d adanya luka operasi di daerah anorektal.

HYD: Tidak terjadi infeksi setelah perawatan 1 minggu dengan kriteria :

- Luka sembuh dengan baik.

- Tanda-tanda vital dalam batas normal.

Rencana tindakan:

1) Observasi tanda-tanda vital.

Rasional: Peningkatan nilai tanda-tanda vital merupakan indikator dini proses infeksi.

2) Berikan rendaman duduk setiap kali setelah buang air besar selama 1-2 minggu.

Rasional: Mematikan kuman penyebab infeksi.

3) Kaji daerah operasi terhadap pembengkakn dan pengeluaran pus.

Rasional: Merupakan tanda-tanda infeksi.

4) Ganti tampon setiap kali setelah bab.

Rasional: Mencegah infeksi.

5) Kolaborasi untuk pemberian terapi antibiotika.

Rasional: Membunuh bakteri yang menyebabkan infeksi.

DP5. Resiko berulangnya hemoroid b.d kurang pengetahuan tentang perawatan diri.

HYD: Mengungkapkan pemahaman tentang aktivitas perawatan diri yang tepat setelah perawatan 1 minggu, dengan kriteria :

- Dapat membuat larutan untuk rendaman duduk.

- Dapat menyebutkan upaya-upaya pencegahan berulangnya penyakit.

- Berpartisipasi aktif dalam perawatan.

Rencana tindakan:

1) Kaji tingkat pemahaman pasien tentang pengelolaan post operasi.

Rasional: Menentukan informasi yang akan diberikan.

2) Jelaskan tentang pentingnya menghindari mengejan kuat saat buang air besar, diet tinggi serat, olahraga teratur, minum air putih minimal 8 gelas per hari dan segera buang air besar bila ada rangsangan untuk buang air besar.

Rasional: Faktor-faktor tersebut akan mempengaruhi resiko untuk berulangnya penyakit.

3) Jelaskan cara perawatan luka.

Rasional: Meningkatkan pengetahuan tentang perawatan di rumah.

4) Berikan kesempatan pasien untuk mendemonstrasikan pembuatan larutan untuk rendaman duduk, cara mengeringkan daerah operasi, dan cara melakukan rendaman duduk.

Rasional: Memberikan pengalaman langsung sehingga dapat melakukan-nya setelah pulang.

5) Jelaskan tentang guna menjaga daerah operasi dan anorektal selalu dalam keadaan kering dan bersih.

Rasional: Pasien berpartisipasi dalam pencegahan infeksi.

6) Jelaskan tentang perawatan luka secara teratur dan penggunaan obat sesuai dosis sampai habis terutama antibiotika.

Rasional: Mencegah infeksi dan meningkatkan kepatuhan pasien terhadap perawatan dan pengobatan.

7) Jelaskan tentang guna ambulasi sesegera mungkin (kecuali untuk spinal anastesi).

Rasional: Meningkatkan motivasi pasien untuk melakukan ambulasi dan mencegah komplikasi.

4. Perencanaan Pulang

  1. Jaga daerah anal dan daerah operasi tetap kering dan bersih.
  2. Bersihkan daerah anorektal dengan air hangat dan keringkan dengan kapas absorben, tidak boleh menggosok daerah perianal dengan tissue toilet.
  3. Segera pergi buang air besar bila ada rangsangan untuk buang air besar.
  4. Makan makanan berserat (sayuran dan buah).
  5. Minum air putih 2000 cc/hari.
  6. Olah raga ringan secara teratur.
  7. Sediakan waktu setiap pagi/sore untuk buang air besar.
  8. Lakukan rendaman duduk setiap kali setelah buang air besar dengan larutan PK 1:4000 hangat (37oC), selama 15-20 menit selama 1-2 minggu.
  9. Gunakan obat-obatan sesuai dosis secara teratur sampai habis.
  10. Segera datang ke pelayanan kesehatan bila perdarahan rektal, nyeri yang terus menerus saat defekasi, ada pengeluaran pus dari luka.

C. Patoflowdiagram

DP. Kurang

pengetahuan

Konstipasi, berdiri/duduk terlalu lama, sering mengejan, obesitas, kehamilan, saring mengangkat barang berat, portal hipertensi.

Menyangga aliran balik darah vena

di daerah anorektum


DAFTAR PUSTAKA

C. Barbara Long (1989). Medical Surgical Nursing: Assessment and Management of Clinical Problems. Philadelphia. Mosby Company.

Doengoes, Marilynn E. (1999). Nursing Care Plans: Guidelines for Planning and Documenting Patient Care. Alih bahasa: I Made Kariasa. Edisi 3. Jakarta EGC.

Engram Barbara (1999). Assessment and Management of Clinical Problems. Alih bahasa: Dra. Suharyanti Samba, S.Kp, dkk, Jakarta, EGC.

Guyton, Arthur (1997). Textbook of Medical Physiology. Alih bahasa: Irawati Setiawan. Edisi 9. Jakarta EGC.

Ignatavicius, Donna D (1991). Medical Surgical Nursing. London. W.B. Saunders Company.

Kapita Selekta Kedokteran. (2000). Edisi 3. Jakarta. Media Aesculapius.

Lewis, Sharon Mantik (2000). Medical Surgical Nursing: Assessment and Management of Clinical Problems. Philadelphia. Mosby Company.

Luckmann and Sorensen’s (1993). Medical Surgical Nursing. London WB. Saunders Company.

Pamela L. Swearing (1990). Medical Surgical Nursing Care. Philadelphia. Mosby Company.

Price, Sylvia Anderson (1995). Pathophysiology: Clinical Concepts of Disease Processes. Alih bahasa: Peter Anugerah. Edisi 4. Jakarta. EGC.

Smeltzer, Suzanne (2001). Brunner and Suddarth Medical Surgical Nursing. Alih bahasa: Monica Ester. Edisi 8. Jakarta. EGC.


C. Patoflowdiagram Hemoroid


Hemoroid

Tidak ada komentar:

Posting Komentar